Wednesday, November 6, 2024
HomeBeritaMenantang Demokrasi dalam Pemilihan Presiden 2024: Dilema Quick Count dan Rencana Tersembunyi

Menantang Demokrasi dalam Pemilihan Presiden 2024: Dilema Quick Count dan Rencana Tersembunyi

Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan demokrasi Indonesia menimbulkan kekhawatiran. Setelah reformasi pasca-orde baru, harapan untuk demokrasi yang kuat tampaknya terancam oleh kebijakan dan praktik yang merusak integritas demokrasi.

Pemerintahan Jokowi menjadi sorotan dalam hal ini. Meskipun dia awalnya hanya seorang pengrajin mabel, perjuangan aktivis reformasi telah melahirkan demokrasi yang memungkinkan Jokowi menikmati kekuasaan hampir 10 tahun. Namun, sayangnya Jokowi terlihat lebih memperburuk keadaan daripada merawat perjuangan para aktivis. Terdapat dugaan keterlibatan politiknya dalam proses pemilihan umum, terutama terkait upaya untuk memenangkan anaknya dan kroni-kroninya pada Pemilihan Presiden 2024.

Berita massif dan metode Quick Count yang dituduh mengarahkan opini publik, menjadi senjata yang memicu kekhawatiran akan tergerusnya integritas demokrasi. Pertanyaan pun muncul: apakah perjuangan panjang untuk mereformasi dan memperkuat demokrasi telah sia-sia? Apakah Indonesia masih teguh sebagai negara demokratis yang sejati?

Demokrasi menjadi pusat gravitasi bagi dinamika politik suatu negara. Namun, dalam konteks Indonesia, terutama pada Pemilihan Presiden 2024, demokrasi diuji oleh gelombang berita massif dan dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam mengatur agenda politik.

Penggunaan metode Quick Count tampaknya memengaruhi opini publik dan kemungkinan adanya agenda selubung yang melibatkan Jokowi, menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas demokrasi kita.

Pertama-tama, kita perlu menyadari dampak dari berita massif yang disebarkan melalui lembaga survei menggunakan metode Quick Count. Meskipun metode ini lazim digunakan untuk memberikan gambaran awal hasil pemilihan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Quick Count memiliki potensi untuk memengaruhi opini publik.

Ketika hasil Quick Count dipublikasikan seolah-olah sebagai kebenaran mutlak, masyarakat dapat tergesa-gesa dalam membentuk pandangan mereka tanpa menunggu hasil resmi dari KPU. Hal ini dapat merusak integritas proses demokratis yang seharusnya transparan dan adil.

Dengan adanya kekhawatiran akan tergerusnya integritas demokrasi, kita perlu mengkaji kembali proses politik dan pemilihan umum di Indonesia. Semua pihak harus berperan aktif dalam menjaga integritas demokrasi dan memastikan bahwa proses politik berlangsung secara adil dan transparan.

Saat ini, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktik politik di Indonesia untuk memastikan bahwa demokrasi tetap teguh dan inklusif. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa perjuangan panjang untuk mereformasi sistem politik pasca-orde baru tidak sia-sia, dan Indonesia tetap teguh sebagai negara demokratis yang sesungguhnya.

Penulis adalah seorang dosen di UIN Alauddin Makassar.

Source link

BERITA TERKAIT

berita populer