Kerusuhan di Kota Makassar pada Jumat (29/8/2025) malam yang berujung pada pembakaran dua gedung DPRD terus menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Selain empat korban jiwa dan kerugian materil yang ditimbulkan, pendekatan protap pengamanan Polri juga menjadi sorotan. Selama kerusuhan berlangsung, tidak terlihat satu pun personel kepolisian dengan seragam lengkap di sekitar lokasi, termasuk di sekitar gedung DPRD Kota Makassar dan gedung DPRD Provinsi Sulsel. Pengerahan kendaraan taktis Polri juga dianggap tidak memadai, yang menjadi perhatian publik.
Sejumlah kejadian sebelumnya, seperti unjuk rasa mahasiswa yang ricuh dan pengamanan eksekusi lahan dengan ribuan personel dan rantis, menimbulkan perbandingan terhadap protap pengamanan yang diterapkan. Walaupun Kapolrestabes Makassar membantah ketidakhadiran anggota kepolisian di lokasi pada malam kerusuhan, dinyatakan bahwa 330 personel kepolisian telah dikerahkan di titik-titik unjuk rasa di Kota Makassar pada tanggal 29 Agustus 2025.
Selain itu, kondisi lapangan yang tidak kondusif membuat Kapolrestabes Makassar meminta bantuan TNI untuk membantu dalam melakukan pengamanan. Namun, kehadiran massa yang begitu besar membuat anggota TNI juga terhalang, serta petugas Damkar yang hendak memadamkan api di lokasi juga mengalami hal serupa. Sebanyak 29 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kerusuhan tersebut, dengan tuduhan berbagai peran dalam insiden tersebut.
Dalam peristiwa tragis tersebut, korban tidak hanya berupa gedung pemerintahan yang terbakar, tetapi juga nyawa yang melayang serta kerugian materil yang mencapai miliaran rupiah. Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi penegak hukum dan pemerintah setempat untuk meningkatkan sistem keamanan dan perlindungan masyarakat.