Oleh: Anis Kurniawan
MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Preferensi politik pemilih di Indonesia jelang Pilkada Serentak 2024 terbilang semakin rumit. Bila mau jujur, sikap politik (political engagement) pemilih sudah sampai pada titik yang paling samar dan “undpredictible”.
Survei politik yang mungkin dilakukan saat ini mengenai arah dukungan seseorang pada kandidat tertentu teramat misterius dan berusia paling singkat.
Potensi pemilih untuk ideologis menjatuhkan pilihan pada kandidat bukanlah perkara mudah. Bahkan, andaikata pemilih tersebut memiliki irisan kekerabatan secara sosial dan struktural (partai politik), peluang mbalelo terbuka lebar. Ini menarik menjadi perhatian khusus para kandidat yang bertarung di tengah polarisasi pemilih pragmatis meningkat pesat.
Selama ini pemilih yang belum menentukan sikap dikategorikan sebagai swing voters atau undecided voters. Dikatakan swing voters karena pemilih tersebut masih linglung atau bimbang dengan pilihan politiknya. Mereka belum sepenuhnya final memastikan arah dukungan ke kandidat A atau B dan seterusnya.
Basis pemilih ini cenderung rasional dan memilih tidak ingin tergiring pada polarisasi dukungan yang ada. Kelompok pemilih ini terus mempelajari visi, kualitas hingga tawaran program kandidat hingga masa pencoblosan.
Sedangkan undecided voters merujuk pada basis pemilih yang belum bersikap sama sekali sekali untuk memilih kandidat tertentu. Jika swing voters masih gamang, undicided voters memang belum membuat keputusan sama sekali. Kesamaan keduanya adalah sama-sama belum meyakini seratus persen kandidat yang sesuai ekspektasi politiknya.
Dalam durasi masa pemilihan yang masih cukup lama, polarisasi pemilih swing voters dan undecided voters akan mewarnai data survei. Jumlah kategorisasi pada keduanya berpeluang membengkak, di atas 30 persen bahkan 40 persenan.
Ini kabar baik bagi penantang atau kandidat yang masih menata akselerasi pergerakan dirinya ke konstituen. Jumlah pemilih kategori ini bisa menjadi arena pertarungan sesungguhnya, di samping peluang yang tetap ada pada peluang mengalihkan dukungan pemilih yang sebelumnya mendukung kandidat lawan.
Poinnya adalah pertarungan politik saat ini sungguh-sungguh cair. Semua bergantung pada seberapa konsisten seorang kandidat berjuang dan bekerja keras di lapangan. Juga seberapa siap logika dan logistik pemenangan disiapkan selama pertarungan.
Lalu, apa yang perlu diperkuat oleh kandidat dalam merespons dinamika politik yang cair ini? Pertama, penguatan visi misi dan tawaran program kerja yang mumpuni. Bagian ini menjadi hal fundamental yang perlu disiapkan kandidat demi meyakinkan pemilih bahwa memang perlu ada diferensiasi yang kuat dengan lawan-lawannya. Ada kelebihan, ekspektasi yang lebih dan ada juga imajinasi yang lebih futuristik perlu ditawarkan. Ditonjolkan!
Kedua, perlunya mapping yang lugas mengenai preferensi pemilih untuk memetakan keinginan-keinginan pemilih. Termasuk memetakan skala prioritas pemilih rasional-kritis dan pemilih pragmatis. Mapping juga penting dilakukan untuk membaca polarisasi adanya pemilih tersembunyi atau hiddens voters.
Kandidat dan tim pemenangannya harus bisa menjangkau tren pemilih dan menyiapkan aksi-aksi yang dapat mengakomodasi varian-varian pemilih.
Ketiga, memahami siklus persepsi pemenang yang dalam Pemilu dinamai efek bandwagon (bandwagon effect). Pemilih cenderung mengafirmasi dirinya pada kandidat yang “katanya” potensial menang. Untuk hal ketiga ini, seorang kandidat perlu benar-benar menguasai distribusi wacana politik di akar rumput.
Siapa menguasai basis informasi di akar rumput, seperti jejaring birokrasi yang bersentuhan dengan masyarakat, pemuka agama, tokoh pemuda dan lainnya akan berpeluang merebut efek bandwagon.
Pada skema Pemilihan modern, kandidat juga mencoba merebut konstruksi informasi di kelompok menengah melalui pemberitaan media, sosial media, hingga politik survei.
Kerja-kerja pemenangan di Pilkada ini tentu membutuhkan kreativitas dan insting lebih tajam. Cara-cara konvensional mungkin masih bisa dilakukan, tetapi tidak sepenuhnya mumpuni karena karakter pemilih yang samar dan unpredictable.
Kandidat perlu beradaptasi secara terus-menerus layaknya di pertandingan sepakbola. Bongkar pasang strategi dan taktik mungkin akan dilakukan dalam waktu yang singkat.
Percayalah, ini tidak gampang. Perlu energi besar mewujudkannya. Tentu juga perlu tim pemenangan yang mumpuni dan mengenal arena pertarungan dengan baik.
Meski berat dan rumit, kabar baiknya adalah siapa pun harus percaya diri berpeluang menang meski berhadapan dengan raksasa sekalipun. (*)