MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Kasus dugaan penganiayaan yang ditangani Polsek Bontomarannu, Kabupaten Gowa berbuntut panjang. Perselisihan yang harusnya bisa diselesaikan dengan jalur perdamaian kekeluargaan atau restorative justice gagal lantaran ulah campur tangan oknum TNI.
Kasus dugaan penganiayaan ini melibatkan seorang Kakek berusia 70 tahun H. Sabang Dg. Talle dengan Nurdin Dg. Nyarrang yang diketahui masih memiliki ikatan keluarga.
H. Sabang Dg. Talle melalui Kuasa Hukumnya dari LKBH Kampus Sawerigading, Asbullah Thamrin SH, MH, menceritakan bahwa ia sebenarnya telah melaporkan Nurdin sejak tanggal 25 Mei 2024. Namun laporan tersebut ditolak oleh Polsek Bontomarannu dengan alasan tidak adanya saksi.
Asbullah menjelaskan bahwa pada tanggal 25 Mei 2024 dimana terjadi perselisihan antara kliennya (H. Sabang) dengan Nurdin yang melahirkan adanya laporan polisi. Dalam kasus tersebut pihaknya juga melaporkan penghinaan dan pengancaman. “Ironisnya laporan klien kami ditolak dangan alasan tidak punya saksi,” ujarnya saat menggelar Konfrensi Pers di Cafe Beruang, Makassar, Minggu, 30 Juni 2024.
H Sabang Dg Talle, bersama kuasa hukumnya kembali melaporkan Nurdin Dg. Nyarrang atas dugaan tindak pidana penghinaan sebagaimana diatur dalam Pasal 315 KUH Pidana. Laporan ini akhirnya diterima oleh Polsek Bontomarannu, Kabupaten Gowa, pada 19 Juni 2024.
“Yang anehnya pihak sebelah (Nurdin) juga melaporkan dugaan penganiayaan dan itu diterima oleh Polsek, lalu tanggal 28 Mei klien kami ditetapkan sebagai tersangka, 3 hari setelah kejadian, ini luar biasa tanpa melewati proses penyelidikan,” kata Asbullah.
“Dan tentu dalam hal ini kami merasa keberatan, disaat kami ingin kofirmasi ke penyidik kami duga ada kesalahan prosedur, tidak sesuai SOP, karena di BAP tanggal 25 Mei klien kami tidak didampingi kuasa hukum atau minimal pihak keluarga yang fasih berbahasa Indonsia, klien kami ini tidak fasih berbahasa Indonesia, nah seharusnya penyidik saat itu menyediakan penterjemah, ini yang tidak dilakukan, bagaimana seorang penyidik mem-BAP lalu dia sendiri menerjemahkan, ini yang kami anggap tidak sesuai prosedur,” tegasnya.
Hasbullah menjelaskan setelah itu kliennya kembali melaporkan Nurdin tanggal 19 Juni, dan baru diterima oleh pihak Polsek. “Saya menjelaskan bahwa saksi tidak harus melihat secara langsung, ada beberapa jenis saksi, bisa yang melihat, mendengar dan merasakan. Penerimaan laporan juga menjadi tanda tanya, sore kami di polsek, jam 11 malam baru diterima, banyak alasanlah,” jelasnya lagi.
Sebenarnya menurut Asbullah persoalan ini bisa diselesaikan secara perdamaian atau restorative justice. Namun hal itu tidak terwujud karena ada upaya atau oknum TNI agar proses hukum ini berjalan terus, padahal kasus ini bisa diselesaikan secara keluarga.
“Tanggal 26 Juni kami melaporkan ke Denpom soal keterlibatan oknum TNI. Seorang anggota TNI seperti Pratu Nur Alam seharusnya berperan sebagai pelindung masyarakat dan membantu memediasi kedua belah pihak, bukan malah menjadi provokator,” ungkapnya.
Kronologis Kejadian
Kejadian ini terjadi setelah H. Sabang selesai menunaikan sholat Ashar di Masjid Dusun Sawagi, Desa Pattallassang, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa. Saat hendak mengunci pagar masjid, ia didatangi Nurdin DG Nyarrang dalam keadaan mabuk dengan menguasai sebilah badik di pinggangnya.
Nurdin lantas mempertanyakan soal pondasi tanah yang dimiliki H Sabang yang merupakan lahan warisan di Desa Sawadi. H Sabang mengaku tidak tahu. Awal mula cek cok adu mulut saling lapor karena Nurdin tidak terima jawaban H Sabang. Lalu mengatai H Sabang sebutan binatang tidak pantas (kong….).
Melihat Nurdin menguasai sebilah badik, H Sabang lantas mengambil batu untuk berjaga-jaga karena Nurdin saat itu dalam keadaan mabuk. Takut jika dirinya dicelakai. Namun batu yang dipegang H Sabang tidak dilemparkan.
Nurdin juga mengambil batu lalu dilemparkan ke H Sabang, beruntung tidak mengenai H Sabang. Namun Nurdin saat melempar terjatuh di selokan/got kedalaman 1 meter dengan luasnya 25 cm.
Dugaan penganiayaan tidak pernah terjadi namun luka yang diterima Nurdin karena terjatuh ke dalam got dan kepalanya terbentur di jembatan.
Keterlibatan Oknum TNI
Seorang anggota TNI dari Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin, Pratu Nur Alam, diduga terlibat dalam menghalangi proses perdamaian terkait laporan polisi yang diajukan oleh Ny. Maryati terhadap H. Sabang DG Talle di Polsek Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Hj. Rahmi dan Hj. Rahma, anak dari H. Sabang DG Talle, mengungkapkan kepada media tentang keterlibatan Pratu Nur Alam. Pada tanggal 25 Mei 2024, Pratu Nur Alam hadir di Polsek Bontomarannu dan meminta polisi agar H. Sabang dimasukkan ke dalam sel. Selama proses hukum berjalan, mereka mencoba menyelesaikan masalah secara kekeluargaan dengan mendatangi rumah Nurdin DG Nyarrang. Namun, upaya mediasi gagal karena Pratu Nur Alam turut campur, meskipun Nurdin sempat menerima uang untuk berobat yang kemudian dikembalikan sehari setelahnya.
Hj. Rahmi dan Hj. Rahma mengekspresikan kekecewaan mereka kepada media. Mereka berpendapat bahwa seorang anggota TNI seperti Pratu Nur Alam seharusnya berperan sebagai pelindung masyarakat dan membantu memediasi kedua belah pihak, bukan malah menjadi provokator. Mereka juga mengeluhkan bahwa Pratu Nur Alam terus mendesak kepolisian mengenai proses hukum terhadap orang tua mereka. (*)