Menjelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024 pada 22 April, sejumlah aktivis mengusulkan adanya pengadilan rakyat atau mahkamah rakyat untuk mengungkap dugaan kecurangan pemilu. Sebuah Pengadilan Rakyat yang diadakan di Den Haag, Belanda, pada 2015 oleh International People’s Tribunal mengenai kejahatan 1965, juga dikenal oleh sejarahwan Indonesia Asvi Warman Adam.
Asvi mengatakan bahwa rakyat Indonesia bisa membawa kasus kecurangan Pilpres 2024 ke pengadilan tersebut. Pengadilan rakyat tentang Peristiwa 65 dilakukan karena upaya hukum yang dilakukan sejak era Reformasi telah gagal, dan ribuan jiwa telah hilang dalam peristiwa tersebut. Masyarakat sipil diharapkan dapat mendorong pelaksanaan pengadilan rakyat agar dunia mengetahui praktik tidak lazim dalam Pemilu 2024.
Dalam sebuah diskusi daring, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyatakan pentingnya adanya pengadilan rakyat untuk menyoroti penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi sebelum pemilu dilaksanakan. Dugaan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang mempengaruhi proses pemilu, termasuk dalam hal usia kandidat, juga perlu dipertanyakan oleh masyarakat sipil. Usman menegaskan bahwa ini bukan sekadar pelanggaran pemilu biasa, melainkan suatu orkestrasi untuk meloloskan calon tertentu dalam pemilu dengan cara yang tidak semestinya.