Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja mengungkapkan bahwa terdapat 266 kasus pelanggaran kode etik penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Selain itu, ada juga 140 kasus pelanggaran hukum lainnya yang telah tercatat. Bagja menegaskan bahwa Bawaslu akan mengambil tindakan serius terhadap pelanggaran pidana Pemilu meskipun memiliki karakteristik khusus yang tidak mengikuti KUHAP.
Dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Mengawal Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu’, Bagja mengatakan bahwa terdapat 71 kasus pelanggaran administrasi dan 63 kasus pelanggaran pidana yang telah terbukti. Hal ini menunjukkan kebutuhan akan penegakan hukum yang lebih efektif dalam pemilu.
Meskipun Bawaslu mendapat sekitar 1.500 laporan masuk dan menemukan 700 kasus pelanggaran, proses penanganan kasus tetap menjadi tantangan. Namun, Bawaslu tetap berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap kasus yang memiliki bukti yang cukup, termasuk kasus yang viral di media sosial.
Bagja juga menyadari bahwa selalu ada celah untuk pelanggaran dalam Pemilu, mengingat faktor manusia yang terlibat dalam proses demokrasi. Namun, yang terpenting bagi Bawaslu adalah memastikan setiap suara memiliki bobot yang sama dalam menentukan hasil akhir Pemilu.
Bawaslu siap mengawasi pelaksanaan pemungutan suara ulang atau PSU di Malaysia dengan harapan proses pemilu di sana dapat berlangsung dengan transparan.