Konsumsi telur dadar dikaitkan dengan peningkatan risiko terkena kanker, menurut ahli medis Iwan Benny dari Konsep Karnus dan dr. Ary Yanuar. Dalam sebuah tayangan podcast, mereka membahas dampak negatif konsumsi telur dadar terhadap kesehatan.
Telur dadar, yang merupakan makanan favorit banyak orang, disebut-sebut dapat memicu kanker dan penyakit metabolik. Menurut Iwan Benny, komponen kimia seperti avidin dan biotin dalam telur dapat berinteraksi dengan cara yang tidak sehat ketika telur dimasak. Ini dapat menyebabkan terbentuknya senyawa-senyawa berbahaya yang dapat merusak DNA dan RNA, dan akhirnya menyebabkan kanker.
Namun, pendapat ini disanggah oleh sejumlah dokter. Dr. Tirta, melalui akun Instagramnya, menyatakan bahwa konsumsi telur tidak secara langsung terkait dengan diabetes dan kanker. Menurutnya, cara memasak telur dan pemilihan bahan makanan tambahan juga mempengaruhi risiko kesehatan. Dr. Dion Haryadi juga menyoroti perdebatan ini, dengan merujuk pada jurnal penelitian yang mendukung pandangannya.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa ikatan antara avidin dan biotin dalam telur dapat terlepas selama proses memasak, sehingga biotin tetap terserap dengan baik oleh tubuh. Hal ini juga dipertegas oleh jurnal Medscape yang menyatakan bahwa proses memasak telur (dadar, rebus, atau ceplok) relatif aman.
Secara keseluruhan, konsumsi telur dadar tidak dianggap sebagai faktor risiko utama untuk defisiensi biotin atau kanker. Perokok dan pengguna alkohol justru lebih berisiko mengalami defisiensi biotin daripada konsumen telur dadar. Oleh karena itu, penting untuk memahami dengan benar fakta-fakta terkait konsumsi telur sebelum membuat kesimpulan yang tidak akurat.