Jakarta, CNBC Indonesia – Micin atau monosodium glutamate (MSG) banyak digunakan sebagai salah satu jenis perasa masakan. Micin memiliki rasa umami yang menambah rasa gurih di makanan.
Meski membuat masakan menjadi lebih nikmat, banyak orang berpendapat bahwa micin sebagai penyedap rasa adalah racun berbahaya. Penggunaan micin di masyarakat dipercaya bisa bikin bodoh. Benarkah?
Penambahan micin atau vetsin pada makanan sudah lama digunakan, namun hingga kini masih saja menuai kontroversi. Selain membuat otak lemot, micin dianggap memicu masalah kesehatan lainnya, termasuk kanker. Seperti apa faktanya?
Micin sendiri ditemukan pertama kali oleh Kikunae Ikeda, profesor kimia Universitas Tokyo pada tahun 1908. Rasa gurih micin diperoleh dari proses pengolahan rumput laut.
Seiring perkembangan waktu, micin kemudian dibuat secara masal dengan proses pengolahan canggih di pabrik. Micin terbuat dari molekul garam natrium yang dikombinasikan dengan air dan asam amino L-glutamat. Kombinasi ketiga molekul ini menghasilkan rasa gurih yang mirip dengan rasa gurih umami rumput laut.
Asam glutamat dalam micin membuat sel-sel saraf otak lebih aktif sehingga menciptakan sensasi gurih nikmat saat makan. Hal inilah yang membuat makanan jadi terasa lebih lezat dan bikin ketagihan.
Asam glutamat sebenarnya bisa diproduksi sendiri secara alami oleh tubuh, dan secara alami terdapat juga pada beberapa makanan segar seperti tomat dan keju. Ini menandakan kalau micin sebenarnya aman dikonsumsi.
FDA sebagai Badan Pengawas Obat Makanan di Amerika Serikat menyatakan MSG aman digunakan sebagai campuran makanan. Keputusan FDA ini juga disepakati oleh World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), serta Kementerian Kesehatan RI.
Micin dan sindrom restoran China
Dilansir dari Discover Magazine, micin memiliki reputasi buruk karena sindrom restoran China yang muncul pertama kali di Amerika Serikat. Sebuah surat tentang ‘sindrom restoran Cina’ yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine pada tahun 1968, memicu kekhawatiran tentang konsumsi MSG.
Sindrom ini pertama kali dikemukakan oleh Robert Ho Man Kwok. Ia melaporkan merasa mati rasa di bagian belakang lehernya dan berbagai kelemahan umum setelah makan di restoran China di Amerika Serikat.
Dalam hal ini ia menyebut kemungkinan penyebabnya adalah MSG yang ditambahkan dalam makanan. Dia juga menulis bahwa kemungkinan penyebabnya adalah MSG yang ditambahkan ke makanan.
Semenjak itu, muncul berbagai gejala yang diduga terkait dengan tambahan MSG dalam makanan. Termasuk di dalamnya sakit kepala, berkeringat, mual dan nyeri dada.
Meski demikian, klaim tersebut sering dikaitkan sebagai perilaku rasis terhadap etnis China. Sebab, faktanya di tahun-tahun itu MSG sedang populer di AS. Saking populernya, pada tahun 1969 Amerika Serikat memproduksi 58 juta pon MSG per tahun dan memasukkannya ke dalam berbagai makanan.
(hsy/hsy)