Pada Minggu (17 Agustus), suasana hening menyelimuti upacara penurunan bendera pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-80 di Istana Merdeka. Bagi Titi Nurdianti, seorang penduduk Jakarta asli dari Cilacap, Jawa Tengah, momen tersebut membangkitkan rasa bangga dan emosi yang mendalam.
Titi mengakui bahwa perjalanannya untuk hadir dalam acara sejarah tersebut tidaklah mudah. Ia harus bersaing secara online untuk mendapatkan tiket resmi. “Ini sangat mengharukan, sangat menyentuh, karena ini pertama kalinya bagi saya. Sejak awal, saya harus bergabung dalam ‘perang’ tiket dengan warga Indonesia lainnya, berlomba untuk mengklik secepat mungkin. Akhirnya mendapatkan tiket untuk acara penurunan bendera itu hanya membawa kebahagiaan murni, mengharukan dan emosional,” ujarnya, matanya bersinar saat berbicara di Istana Merdeka.
Hingga saat ini, Titi hanya pernah menonton ritual sakral tersebut di televisi. Tetapi pada 17 Agustus 2025, ia akhirnya menyaksikannya dengan mata kepala sendiri. Untuk memperingati acara itu, ia memilih untuk mengenakan pakaian adat dari Nusa Tenggara Barat, berwarna merah mencolok. “Ini dari NTB (Nusa Tenggara Barat). Sejujurnya, saya jarang memiliki kesempatan untuk mengetahui banyak hal tentang NTB, jadi saya memutuskan untuk mengenakan pakaian adat mereka hari ini,” jelasnya sambil tersenyum.
Salah satu kenangan terindahnya dari hari itu, dia ingat, adalah ketika upacara penurunan bendera diikuti oleh prosesi menuju Monumen Nasional. Pawai meriah itu memperkuat nuansa kemegahan dalam perayaan Hari Kemerdekaan tahun ini.
Di tengah air mata dan kebahagiaannya, Titi memberikan doa-doa dan harapan untuk masa depan bangsa. “Di ulang tahun ke-80 ini, semoga Indonesia terus maju, dan semoga rakyatnya hidup dalam kemakmuran, keadilan, dan perdamaian. Saya optimis. Untuk Presiden kita, Bapak Prabowo, saya mendoakan kesehatanmu agar kamu dapat terus memimpin dengan kedaulatan dan membawa kesejahteraan kepada rakyat, menjadikan Indonesia semakin kuat,” ujarnya dengan keyakinan.