Jakarta, CNBC Indonesia – Baru-baru ini, pemerintah Hong Kong mengumumkan kenaikan upah minimum untuk pekerja domestik atau pembantu rumah tangga asing sebesar 2,5 persen.
Mengutip South China Morning Post, pihak berwenang mengumumkan pada akhir September lalu bahwa upah minimum untuk 356.000 pembantu rumah tangga asing di Hong Kong telah dinaikkan dari HK$4.870 (Rp 9,7 juta) menjadi HK$4.990 (Rp 10 juta), sementara tunjangan makanan sebesar HK$1.236 (Rp 2,4 juta) tetap tidak berubah.
Jumlah baru tersebut akan diberlakukan untuk semua kontrak yang ditandatangani pada atau setelah hari Sabtu (28/9).
“Dalam tinjauan tahun ini, kami telah mempertimbangkan dengan saksama kondisi ekonomi umum dan pasar tenaga kerja Hong Kong selama setahun terakhir, serta prospek ekonomi jangka pendek Hong Kong,” kata seorang juru bicara pemerintah.
Menurut aturan yang berlaku, majikan wajib memberi makan pembantu rumah tangga asing. Mereka juga dapat memilih untuk memberikan tunjangan sebagai gantinya. Jumlahnya tetap tidak berubah pada HK$1.236 (Rp 2,4 juta) per bulan.
Meski sudah ada kenaikan gaji sebesar 2,5 persen, kelompok pembantu rumah tangga mengatakan angka tersebut masih jauh di bawah tuntutan mereka, yakni sekitar HK$6.000 (Rp 12 juta) belum termasuk uang makan.
“[Kenaikan] itu tidak adil dan mengabaikan kontribusi kami terhadap ekonomi dan masyarakat Hong Kong,” kata Sringatin, Sekretaris Serikat Buruh Migran asal Indonesia.
“Ini langkah terbaru pemerintah Hong Kong yang memperlakukan kami seperti budak dengan kenaikan upah yang sangat kecil. Kami menghadapi kenaikan harga kebutuhan sehari-hari dan transportasi,” paparnya.
Namun Thomas Chan Tung-fung, ketua Serikat Pekerja Hong Kong, mencatat kenaikan 2,5 persen itu melebihi laju inflasi yang mencapai 1,7 persen pada 2023.
“Meskipun pekerja jelas ingin mendapatkan lebih banyak, argumen tersebut menjadi bumerang bagi mereka jika mereka mengutip inflasi sebagai alasannya,” katanya.
Para pekerja mendapatkan sebagian besar kebutuhan mereka seperti makanan, perumahan, dan transportasi, sehingga inflasi memiliki dampak langsung yang minimal terhadap mereka.
“Satu-satunya biaya langsung yang mungkin mereka hadapi adalah jika mereka ingin membeli beberapa potong pakaian, tetapi menurut angka bulan Agustus, harga pakaian tersebut sebenarnya turun,” katanya.
Eman Villanueva, juru bicara kelompok Mission For Migrant Workers, berpendapat bahwa meskipun kenaikan gaji sebesar 2,5 persen mungkin tampak signifikan bagi sebagian orang, hal itu masih jauh dari upah layak.
“Gaji minimum itu hampir tidak cukup untuk menghidupi keluarga beranggotakan lima orang… [termasuk] membayar sewa, biaya sekolah, perawatan kesehatan, utilitas… dan dalam beberapa kasus, itu bahkan tidak cukup,” katanya.
Ia menambahkan bahwa para pembantu juga bekerja sangat berbeda dari angkatan kerja lainnya. Survei terbaru menunjukkan bahwa pekerja domestik bekerja rata-rata 12 dan 16 jam sehari.
“Jadi jika Anda melihatnya dari perspektif itu, maka saya rasa tidak ada keraguan bahwa upah kami terlalu rendah,” kata Villanueva.
(hsy/hsy)
Next Article
Gaji Profesi Ini Ternyata Paling Tinggi di Indonesia, Apa Itu Kamu?