Home Berita Perilaku Beragama – Rakyat Sulsel

Perilaku Beragama – Rakyat Sulsel

0

Oleh: Darussalam Syamsuddin

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Moderasi adalah perilaku atau perbuatan yang wajar dan tidak menyimpang. Namun dalam beragama, seringkali ajaran agama disalahpahami pengikutnya-pengikutnya tidak terkecuali Islam. Kesalahpahaman terhadap Islam dapat terjadi secara internal maupun secara eksternal umat Islam.

Secara internal umat Islam belum mampu membuktikan diri sebagai representasi dari kesucian ajaran dan moral Islam. Terdapat jarak yang lebar antara ajaran Islam dengan prilaku umat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, sebelum salat, seorang muslim harus bersuci apakah dengan wudu atau tayammum.

Terinspirasi dari ibadah seperti ini, maka seorang muslim tentunya menyadari dan dapat mengambil pelajaran betapa ajaran agamanya menuntun dan menuntut untuk berperilaku bersih, cinta pada kebersihan dan kesucian.

Karena itu, jika ada orang yang sering membuang sampah di sembarang tempat, atau tidak peduli pada keindahan dan kebersihan lingkungannya berarti dia salah dalam memahami ajaran agamanya.

Secara eksternal, kalangan non muslim menganggap bahwa perilaku sebagian umat Islam dewasa ini adalah sebagai bagian dari Islam, padahal tidak sedikit di antara perilaku mereka yang jauh dari kesucian dan moral Islam. Misalnya, sikap yang tidak toleran terhadap orang lain.

Karena itu, umat Islam harus mampu meletakkan keseimbangan antara toleransi dan keimanan. Toleransi adalah bagian dari keimanan Islam itu sendiri. Sebab, keimanan tanpa toleransi akan berujung pada eksklusivisme dan ekstrimisme dalam beragama. Sebaliknya toleransi tanpa keimanan akan berujung pada kecerobohan dan kebingungan dalam beragama.

Dengan begitu beragama secara moderat jelas berbeda dengan beragama secara liberal. Beragama secara moderat berarti menyeimbangkan antara toleransi dan keimanan, sebaliknya beragama secara liberal cenderung mengutamakan toleransi dan secara bertahap mengorbankan keimanan itu sendiri.

Beragama secara moderat akan dapat mewujudkan hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain dalam damai dan harmoni tanpa mengorbankan ajaran keimanan sebagai umat Islam.

Dalam beragama sering terjadi kesenjangan antara keimanan, ibadah, dan kemanusiaan. Seseorang yang mempunyai keyakinan, tapi tidak bersikap toleran berarti tidak memahami ajaran agamanya dengan baik.
Sedang orang yang bersikap toleran, tapi tidak mempunyai keyakinan berarti tidak jelas dalam beragama. Moderasi tidak hanya berkaitan dengan keimanan, melainkan berkaitan pula dengan hukum.

Dengan begitu moderasi akan melahirkan amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagai contoh sederhana bahwa di negara-negara yang kita pandang sebagai negara sekuler, ketika kita kehilangan tas atau handpone di bandara atau di taksi, dalam waktu yang tidak lama tas atau handpone yang hilang itu akan ditemukan.

Berbeda dengan kenyataan di negeri kita, kalau di negara yang kita sebut sekuler barang yang hilang bisa ditemukan, sedang di negara kita barang yang ada bisa hilang.

Keseimbangan tidak hanya dibutuhkan dalam hal beragama, melainkan pada semua aspek kehidupan. Keseimbangan dapat juga diartikan sebagai memberi sesuatu akan haknya, tanpa ada penambahan dan pengurangan.

Keseimbangan itu tidak mungkin tercapai tanpa adanya kedisiplinan. Allah mengingatkan dengan firman-Nya: “Dan langit telah ditinggikan-Nya dan dia ciptakan keseimbangan”. (QS. Ar-Rahman/55:7).

Keseimbangan merupakan keharusan sosial, dengan demikian seseorang yang tidak seimbang dalam kehidupan individu dan sosialnya, maka interaksi sosialnya akan rusak.

Dalam mewujudkan moderasi beragama, ada tiga hal yang penting untuk mendapat perhatian sekaligus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari moderasi beragama. Ketiga hal yang dimaksud adalah; keadilan, keseimbangan, dan toleransi.

Karena moderasi beragama berkaitan dengan sikap, maka minimal dibutuhkan adanya: pertama, pengakuan atas keberadaan pihak lain. Kedua, sikap toleran. Ketiga, penghormatan atas perbedaan pendapat. Keempat, tidak memaksakan kehendak dengan cara kekerasan.

Hanya dengan begitu sehingga moderasi beragama dapat kita wujudkan. Agama harus dikembalikan kepada tempat yang benar. Sebagai ajaran, agama menyerukan kepada upaya-upaya yang proporsional (moderat) menuju pada posisi agama, pemahaman dan penerapan ajaran agama yang juga proporsional. (*)

Source link

Exit mobile version