BANTAENG, RAKYATSULSEL – Berawal dari persoalan lingkungan, 2021 Jamaludin memulai untuk membudidayakan kopi. Kopi yang ditanam Jamaludin berjenis Arabika. Kopi ini dirawat dengan baik oleh pemuda yang akrab disapa Jamal itu.
Selain membudidayakan sendiri, pemuda kelahiran 1987 ini juga berperan penting mengedukasi petani kopi di Dusun Muntea, Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Bantaeng. Dia merasa prihatin dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya yang makin hari populasi pohonnya berkurang lantaran ditebang untuk tanaman jangka pendek.
“Petani kirim sayur ke kota, selain sayur juga kadang kirim banjir ke kota,” ungkapnya.
Berangkat dari keresahan itu, Jamal ini terus-menerus mengedukasi petani kopi. Tanaman kopi menurutnya dapat berdampingan dengan pohon produktif yang lain. Seperti pohon alpukat, mangga dan pisang.
“Karena nilai ekonomisnya lebih tinggi, petani lebih dominan tanam berdampingan dengan alpukat,” katanya.
Dengan adanya kopi yang berdampingan dengan pohon produktif ini, dia berharap dapat mengantisipasi longsor maupun banjir. Mengingat masyarakat yang ada di sana lebih sering menanam tanaman jangka pendek seperti sayuran.
Awal merintis, Jamal mengalami tantangan saat pemetikan. Namun dia tetap konsisten untuk mempertahankan kualitas kopi dengan metode petik merah. Bahkan dia mendatangkan orang dari Bandung yang ahli dalam pemangkasan kopi selama tiga hari untuk mengedukasi petani yang bermitra dengannya.
“Kalau petik merah kadar gulanya sempurna. Kemudian cita rasanya bagus. Kalau dipetik hijau biasanya bijinya kecil, bau tanah dan kualitas dan harganya juga rendah,” kata dia.
Kalau petik merah, kemudian diproses dengan benar menurut Jamal bahkan bisa dijual dengan harga Rp 600 ribu per kilo, sedangkan petik hijau atau petik rampas per 20 liternya atau 15 kilogran hanya dijual Rp 80 ribu. Selisih harga yang cukup jauh.
Dengan harga yang tinggi, kopi produksi dari Jamal memerlukan proses yang panjang. Bahkan dari proses petik sampai bisa diseduh memerlukan waktu kurang lebih lima bulan.
“Untuk proses natural ini kita bisa menghabiskan waktu sampai lima bulan karena penjemuran dan sortir bertahap yang lama,” kata dia.
Jamal memiliki dua jenis produk. Roasted bean dengan merk Daruma yang merupakan singkatan Dari Hulu Muntea. Dan Kopi Bubuk dengan merk Jagoaa.
“Kopi biji premium atau roasted bean Daruma dijual dengan harga mulai dari Rp 200 ribu sampai Rp 450 ribuan. Sementara kopi bubuk Jagoaa Rp 23 ribu per 250 gram,” kata dia.
Untuk penjualan, kopi yang diproduksi oleh Jamal di Sulawesi Selatan sendiri telah menembus pasar Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto dan Makassar. Di luar Sulawesi Selatan, kopi ini juga memiliki pelanggan tetap dari Sulbar, Jakarta dan Bandung. Jamal banyak bergaul dengan sesama prosessor kopi dalam pemasaran.
“Khusus Daruma, ada yang laku sampai Rp 600 ribu per kilo. Yang beli orang Makassar. Jadi kopi ini dicoba dulu oleh orangnya kemudian kalau dia suka, dia sendiri yang tentukan harganya. Bahkan sampai dia beli Rp 600 ribu per kilo,” ungkapnya.
Pada 2023, Jamal telah menjual sekitar 500 kilogram. Penjualan itu menurutnya tergolong sedikit karena produksi kopi saat itu yang menurun.
“Bahkan pernah ada permintaan sampai satu ton perbulan namun kita tidak sanggup. Prinsip kami adalah menjaga kepuasan pelanggan dengan cara menjaga pelanggan tetap dapat menikmati kopi kami. Dengan produksi yang belum banyak ini, kami tetap menjaga seluruh pelanggan kami tetap bisa menikmati kopi Daruma dan Jagoaa,” kata dia.
Dengan proses yang panjang dan stok yang belum terlalu banyak, kopi Daruma dan Jagoaa terbilang eksklusif. Sehingga, Jamal berupaya seluruh pelanggannya tetap bisa merasakan kenikmatan kopinya.
“Sebenarnya banyak permintaan, hanya saja kami masih belum memiliki stok yang banyak,” kata dia.
Saat ini, secara akumulatif lahan yang dikelola oleh Jamal dan mitranya seluas 5 hektare, dengan populasi sekitar 3.000 pohon per hektare. Mitra tetap ada enam orang petani yang konsisten petik merah, totalnya ada 28 petani yang produktif.
“Jadi masih ada 22 orang petani yang masih kami terus edukasi sampai saat ini,” kata Alumni Universitas 45 Jurusan Agro Teknologi Pertanian, Universitas 45 ini.
Jamal juga terbilang perhatian dengan petani kopi. Dia melihat, petani dulunya menjual seluruh kopinya ke pedagang tapi malah membeli kopi kemasan untuk diminum.
“Supaya petani bisa menikmati kopinya sendiri makanya saya hadirkan kopi Jagoaa yang harganya lebih terjangkau dengan kualitas yang bagus untuk dinikmati oleh petani,” kata dia. (Jet)