Home Berita Perbedaan Jumlah Anggaran pada Dugaan Korupsi Dana Hibah antara KONI dan Dispora...

Perbedaan Jumlah Anggaran pada Dugaan Korupsi Dana Hibah antara KONI dan Dispora Makassar

0

MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Kasus dugaan korupsi penyimpangan pengelolaan dana hibah untuk Komite Olahraga Nasional (KONI) Makassar periode 2022-2023 terus diusut penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar. Meski begitu besaran anggaran yang dikelola KONI Makassar hingga saat ini masih jadi polemik.

Dalam dua tahun terakhir yakni 2022-2023, Dispora Makassar menggelontorkan anggaran kepada KONI Makassar kurang lebih Rp 66 miliar. Rinciannya, tahun 2022 KONI Makassar mendapat anggaran hibah kurang lebih Rp 31 miliar, sedangkan pada 2023 sebesar Rp 35 miliar.

Anggaran yang diterima KONI Makassar dalam dua tahun terkahir itu ikut diperkuat oleh pernyataan mantan Kadispora Makassar, Andi Pattiware saat diwawancara beberapa waktu lalu. Menurut Pattiware, pihaknya telah mengelontorkan anggaran Rp 65 miliar.

Pada 2022 sebanyak Rp 31 miliar melalui APBD Pokok sebesar Rp 20 miliar dan disusul APBD Perubahan Rp 11 miliar. Sedangkan tahun 2023 yang tidak dijelaskan sumbernya itu sebesar Rp 35 miliar.

“Anggaran 2022 Pokok itu Rp 20 miliar, terus di Perubahan itu Rp 11 miliar yang diperuntukan untuk bonus atlet (kegiatan pekan olahraga). Jadi tahun 2023 ada porkot sebesar Rp 35 miliar,” beber Pattiware.

Namun besaran anggaran yang digelontorkan Pemkot Makassar pada KONI Makassar itu dinilai Ketua KONI Makassar, Ahmad Susanto terlalu besar. Dalam wawancara, Senin (18/3/2024) lalu, ia mengungkapkan jika anggaran yang diterima pihaknya pada tahun 2022 hanya kurang lebih Rp 20 miliar.

“Banyak sekali itu kalau Rp 60 miliar. Yang diperiksa anggaran 2022, hanya Rp 20 miliar,” ujar Ahmad.

Kepala Seksi Inteljen (Kasi Intel) Kejari Makassar, Andi Alamsyah mengenai perkembangan penyelidikan atas kasus ini mengatakan hingga saat ini masih proses perampungan nama-nama saksi yang akan dipanggil pihaknya untuk dimintai keterangan.

“Belum ada (perkembangan terbaru), ini teman-teman penyidik sedang menyusun siapa-siapa saksi berikutnya yang akan dipanggil penyidik,” ujar Alamsyah, Kamis (21/3/2024).

Hingga saat ini, saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangan atas kasus ini disebut baru dua orang, yakni mantan Kadispora Makassar Andi Pattiware dan Ketua KONI Makassar Ahmad Susanto.

“Kalau pemeriksaan saksi belum ada perkembangan. Penyidik sementara menyusun siapa-siapa lagi yang akan mintai keterangan di kasus ini,” beber dia.

Peneliti Anti-Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Ali Asrawi Ramadhan yang ikut menyoroti kasus ini mengatakan, pemberian dana hibah terhadap salah satu lembaga non pemerintah telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 99 Tahun 2019 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Menurut dia, dalam aturan tersebut salah satu poinnya adalah dana hibah tidak terus menerus digelontorkan setiap tahunnya kepada lembaga yang sama.

“Seperti penerima dana hibah itu tidak terus menerus setiap tahun. Juga setiap penggunaan dana hibah, harus punya laporan penggunaan hibah, surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) dan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan,” ujar Ali Asrawi.

Dia menjelaskan, proses permohonan hingga proses akhir pertanggungjawaban perlu dilihat rantai koordinasinya, sehingga pemerintah daerah juga mengetahui rangkaian proses hibah tersebut. Dengan begitu, aparat penegak hukum dalam hal ini Kejari Makassar diminta untuk turut memeriksa segala pihak yang mengetahui aliran dana hibah tersebut guna pengungkapannya secara terang.

“Jadi selain KONI sebagai pengguna, semua pihak juga mesti diperiksa. Makanya penting bagi Kejaksaan selain memeriksa semua yang terlibat, juga mesti transparan dalam menangani ini,” imbuh dia.

Ali Asrawi juga menyarankan, dana hibah yang rawan diselewengkan sebenarnya bisa dihindari jika pemerintah daerah aktif dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Salah satunya adalah meminta laporan pertanggung jawaban anggaran dana hibah kepada lembaga yang menerima.

“Ini sebenarnya bisa dihindari jika pemerintah daerah itu rajin menagih kerja-kerja produktif ormas untuk masyarakat dan melakukan evaluasi terhadap hibah yang telah diberikan untuk mengukur capaian. Jadi anggaran masyarakat dapat digunakan sebaik mungkin,” jelas Ali Asrawi. (isak pasa’buan/C)

Source link

Exit mobile version