Penduduk Indonesia memiliki pandangan yang berbeda terhadap perilaku seks di luar pernikahan, namun di beberapa daerah, seperti Bali, praktik tersebut dianggap lumrah. Anastasia Septya Titisari, seorang peneliti muda di Pusat Riset Kependudukan BRIN, mencatat bahwa Bali memiliki istilah “sing beling sing nganten” yang secara harfiah berarti “tidak hamil tidak menikah”. Slogan ini telah menimbulkan dampak negatif karena tingginya angka kehamilan yang tidak diinginkan, terutama saat dipraktikkan oleh remaja dengan dukungan dari orang tua. Budaya “sing beling sing nganten” dianggap sebagai representasi dari kesenjangan gender, di mana perempuan dianggap sebagai penghasil keturunan bagi keluarga pasangannya. Hal ini mengakibatkan keterbatasan hak seksual dan reproduksi perempuan, oleh karena itu memberikan tekanan sosial pada laki-laki untuk melanjutkan garis keturunan mereka. Berdasarkan laporan Youth Voices Research, tradisi ini juga mendorong hubungan seks pranikah untuk menguji kesuburan perempuan sebelum menikah, yang dapat berdampak negatif terutama pada kesehatan mental dan emosional perempuan yang menghadapi stigma sosial signifikan. Anastasia mengungkapkan bahwa perempuan yang mengalami kehamilan pranikah sering kali dianggap subordinat dalam masyarakat, menambah kompleksitas dari budaya ‘sing beling sing nganten’ di Bali.