Kucing, sebagai hewan peliharaan populer, belum sepenuhnya terbebas dari kebiasaan masyarakat tertentu yang masih memburunya untuk dijadikan sumber daging. Sejarah mencatat bahwa kucing pernah dikonsumsi oleh manusia pada zaman dahulu, seperti di Provinsi Romawi Gallia Narbonensis (Prancis selatan). Di abad ke-18, kucing domestik dimanfaatkan untuk produksi daging di Prancis, bahkan terdapat resep kucing yang diterbitkan pada tahun 1740. Selain itu, kucing juga pernah dijadikan makanan di Spanyol pada abad ke-17.
Di era modern saat ini, meskipun konsumsi daging kucing ilegal, praktik ini masih terjadi di berbagai negara. Vietnam menjadi salah satu negara yang masih sering menyajikan daging kucing, bahkan dengan cara menculik hewan peliharaan dari negara lain. Hal serupa juga terjadi di China, yang dikenal sebagai konsumen daging kucing dan anjing terbesar di dunia. Daging kucing dan anjing dipercaya memiliki manfaat kesehatan, seperti meningkatkan metabolisme tubuh, menyejukkan tubuh saat musim panas, dan menghangatkan tubuh saat musim dingin.
Di China, daging kucing dan anjing diolah menjadi berbagai hidangan seperti sup, steak, atau campuran dengan sayuran dan nasi. Tiap tahunnya, lebih dari empat juta anak kucing dimakan di China. Meski demikian, praktik konsumsi kucing liar juga dilaporkan terjadi di beberapa suku asli Australia. Meskipun tidak umum, konsumsi kucing masih ada dalam beberapa kelompok masyarakat di Australia. Akan tetapi, sebagai hewan peliharaan, kucing seharusnya dijaga dan dilindungi, bukan menjadi target untuk dikonsumsi.