Tahun Baru China di Indonesia sering disebut Imlek, namun ternyata perayaan ini memiliki nama yang berbeda di China. Perbedaan ini tidak hanya bersifat kultural, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor politik. Di masa Orde Baru, pemerintahan melarang segala sesuatu yang berbau China, termasuk perayaan Tahun Baru Imlek.
Instruksi Presiden No. 14 tahun 1967 mengatur pelarangan ini. Pemerintah melarang penggunaan bahasa Mandarin, lagu-lagu, dan perayaan Tahun Baru China. Istilah Imlek sendiri berasal dari dialek Hokkien, di mana ‘Im’ berarti bulan dan ‘lek’ berarti penanggalan, yang berarti kalender bulan. Hal ini mencerminkan keterbatasan ekspresi perayaan di Indonesia. Selama masa Orde Baru, masyarakat Tionghoa harus merayakan Imlek secara diam-diam tanpa hari libur.
Setelah Orde Baru runtuh, aturan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa dicabut. Masyarakat Tionghoa bisa kembali mengekspresikan kebudayaannya, termasuk perayaan Imlek. Meskipun demikian, diskriminasi terhadap etnis Tionghoa masih menjadi masalah yang terus dihadapi hingga sekarang. Penindasan terhadap kebudayaan China di Indonesia mencerminkan kompleksitas sejarah dan politik di belakang perayaan Tahun Baru Imlek.