Monday, February 10, 2025
HomeBeritaPerselisihan Pengembang vs Pemilik Apartemen

Perselisihan Pengembang vs Pemilik Apartemen

Berbagai pertimbangan penting harus diperhatikan oleh konsumen sebelum memutuskan untuk membeli apartemen. Keterbatasan lahan pemukiman dan harga rumah tapak yang tinggi di daerah perkotaan mendorong banyak orang untuk memilih apartemen sebagai opsi hunian. Lokasi apartemen yang dekat dengan tempat kerja, sekolah anak, pusat perbelanjaan, dan bisnis menjadi daya tarik bagi konsumen. Namun, penting untuk tidak hanya terkesima dengan fasilitas yang ditawarkan pengembang namun juga memperhatikan status hak kepemilikan dan peraturan yang berlaku.

Secara terminologi, istilah apartemen tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia, namun yang dikenal adalah rumah susun. Perbedaan inilah yang sering menimbulkan kebingungan di antara konsumen. Untuk bisa ditetapkan sebagai pemilik apartemen, konsumen harus memiliki sertifikat hak milik satuan rumah susun (sarusun) dan/atau sertifikat kepemilikan bangunan gedung sarusun. Proses penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) dan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS) juga diperlukan sebagai langkah pembuktian kepemilikan.

Sengketa antara konsumen dan pengembang sering kali disebabkan oleh ketidakjelasan status tanah dan bangunan serta kurangnya keterbukaan informasi terkait hak kepemilikan unit apartemen. Perilaku pengembang yang tidak sesuai dengan aturan sering kali merugikan konsumen. Banyak kasus perselisihan antara konsumen dan pengembang yang melibatkan Badan Perlindungan Konsumen dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sebagai mediator.

Pelanggaran hak konsumen oleh pengembang juga semakin marak terjadi. Pengelolaan apartemen yang tidak sesuai perjanjian, masalah terkait sertifikat, listrik, air, dan tagihan pengelolaan lingkungan merupakan keluhan umum yang dilaporkan ke berbagai badan terkait. Pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) seringkali menjadi pemicu sengketa antara konsumen dan pengembang, terutama jika regulasi pembentukan P3SRS tidak dijalankan dengan baik.

Untuk menghindari sengketa, konsumen perlu memahami aturan dan proses pembelian apartemen secara menyeluruh. Langkah-langkah pencegahan, seperti menelaah status kepemilikan lahan, mengecek perizinan, dan memastikan kejelasan dokumen transaksi, sangat penting untuk dilakukan sebelum memutuskan untuk membeli apartemen. Selain itu, pembentukan peguyuban pasca transaksi juga direkomendasikan sebagai langkah preventif dalam menghadapi potensi perselisihan di kemudian hari. Jika terjadi sengketa, penyelesaian secara non litigasi melalui lembaga penyelesaian sengketa konsumen atau litigasi melalui lembaga peradilan umum dapat menjadi pilihan untuk menyelesaikan masalah dengan kekuatan hukum yang kuat.

BERITA TERKAIT

berita populer