Sidang lanjutan sengketa Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan di Mahkamah Konstitusi mempertanyakan banyaknya pemilih yang datang secara rombongan namun tidak meneken daftar hadir. Gugatan dari pasangan Danny Pomanto-Azhar Arsyad mengenai pemilih “siluman” yang diduga menggunakan tanda tangan palsu menjadi sorotan dalam persidangan. Hakim juga mempertanyakan alasan pemilih tidak menandatangani daftar hadir dan membludaknya pemilih ke TPS secara bersamaan.
Sidang tersebut digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, dengan agenda mendengar jawaban dari KPU Sulawesi Selatan. Kubu Danny-Azhar percaya persidangan akan lanjut pada pemeriksaan perkara. Meskipun pihak KPU membantah tuduhan yang diajukan dalam gugatan termohon, hal tersebut tidak menghentikan pertanyaan hakim terkait anomali suara tidak sah dan manipulasi daftar pemilih di TPS. Meski demikian, KPU tetap menegaskan tidak pernah melakukan manipulasi daftar hadir dalam bentuk apapun.
Berbagai pertanyaan muncul seputar kehadiran pemilih dan tanda tangan palsu yang ditemukan di setiap TPS se-Sulawesi Selatan. Dari hasil temuan tim hukum Danny-Azhar, diduga terdapat sekitar 1.600.280 tanda tangan palsu yang mempengaruhi hasil Pilgub 27 November 2024 lalu. Dugaan tanda tangan palsu tersebut dianggap terstruktur, sistematis, dan masif, menunjukkan adanya kecurangan dalam hasil pemilihan.
Pendekatan yang dilakukan tim hukum DIA melalui dua aspek, yaitu perbedaan partisipasi pemilih dan dugaan tanda tangan palsu, menghasilkan fakta yang mencengangkan. Hal ini membuka diskusi tentang validitas suara dalam pemilihan dan menantang pemain utama seperti KPU dan Bawaslu untuk memberikan penjelasan rasional terkait masalah ini. Selain itu, angka partisipasi pemilih yang mencapai 71,8% menimbulkan pertanyaan soal suara “siluman” yang dapat memengaruhi hasil akhir Pilgub Sulsel.