Tuesday, November 5, 2024
HomeLainnyaAktivis Papua Desak Penghentian Proyek Satu Juta Hektar Sawah di Merauke

Aktivis Papua Desak Penghentian Proyek Satu Juta Hektar Sawah di Merauke

Pemerintah Indonesia tengah menjalankan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke, provinsi Papua Selatan, di bidang pertanian untuk mengejar swasembada. Upaya ini menuai kritik karena dinilai merusak lingkungan setempat.

VOA – Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke, provinsi Papua Selatan diawali pada 12 Juli 2024, ketika Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Siti Nurbaya, menerbitkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 835 Tahun 2024. Surat tersebut berisi persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pembangunan sarana dan prasarana ketahanan pangan. Persetujuan diberikan, dalam rangka pertahanan dan keamanan, atas nama Kementerian Pertahanan RI. Luarnya mencapai 13.540 hektar, di kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap dan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan.

Proyek ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Kawasan Pengembangan Pangan dan Energi Merauke, untuk mencetak 1 juta hektar sawah.

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (PUSAKA) mencatat, lokasi proyek ini berada pada kawasan hutan adat dan terdapat lokasi dengan nilai konservasi tinggi. Perwakilan pemilik tanah di Distrik Ilwayab, Marga Gebze Moyuend dan Gebze Dinaulik, menyatakan, tanah mereka telah telah digusur.

“Proyek ini melanggar hak hidup, hak masyarakat adat dan merusak lingkungan hidup sebagaimana terkandung dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan, serta prinsip Free Prior Informed Consent,” kata Franky Samperante, Direktur PUSAKA.

Prinsip FPIC adalah ketentuan, bahwa sebelum sebuah proyek dimulai, masyarakat harus diberikan dan mendapat informasi proyek pembangunan yang akan berlangsung di wilayah adat mereka, serta diberikan kebebasan berunding dan membuat keputusan, apakah menerima atau menolak proyek tersebut.

“Hal ini tidak dilakukan pemerintah, pengembang proyek dan perusahaan,” tambah Franky.

PUSAKA juga menduga, proyek PSN Merauke cetak sawah baru satu juta hektar dan pembangunan sarana dan prasarana ketahanan pangan ini belum memiliki dokumen lingkungan dan persetujuan lingkungan.

“Masyarakat terdampak langsung, maupun organisasi lingkungan hidup tidak dilibatkan sejak awal pembahasan kerangka acuan dan penilaian Amdal dan belum mendapatkan informasi dokumen lingkungan,” papar Franky.

Desakan LBH Papua

Sementara itu, secara terpisah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua juga mengritik proyek tersebut.

“Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, beserta 10 perusahaan pengemban Proyek Strategis Nasional di Merauke, kami minta segera menghentikan penghancuran Taman Nasional, Suaka Margasatwa dan Cagar Alam yang dilindungi, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Papua dan Kabupaten Merauke,” kata Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay dalam pernyataan resminya.

Dia mengingatkan, perlindungan Taman Nasional, Suaka Marga Satwa dan Cagar Alam di Merauke, telah dilindungi oleh Menteri Kehutanan, jauh sebelum adanya Proyek MIFFE 2009 maupun PSN Pengembangan Tebu, Bioetanol dan Padi tahun 2023.

LBH Papua mencatat, setidaknya ada tujuh keputusan menteri yang menjamin perlindungan kawasan ini. Begitupun pemerintah daerah Papua dan kabupaten Merauke, turut mengeluarkan aturan hukum yang memberikan perlindungan.

PSN di Merauke sendiri berkonsentrasi pada pengembangan produksi pangan. Pemerintah setuju memberikan hak kepada 10 perusahaan dengan luas lahan lebih setengah juta hektar.

Sayangnya, menurut LBH Papua, seluruh wilayah beroperasinya 10 perusahaan pengemban PSN di Merauke tersebut, jelas masuk dalam dalam wilayah Taman Nasional, Suaka Marga Satwa dan Cagar Alam.

“Sehingga jelas-jelas menunjukan, bahwa pengembangan PSN Tebu, Bioetanol dan Padi di Kabupaten Merauke akan menghancurkan eksistensi Taman Nasional, Suaka Marga Satwa dan Cagar Alam di Kabupaten Merauke,” jelas Gobay.

LBH Papua bertindak selaku selaku kuasa hukum Marga Kwipalo, Gebze dan Moiwend meminta kepada presiden agar menghentikan PSN di Merauke ini. Tuntutan juga disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah propinsi Papua Selatan dan kabupaten Merauke, serta perusahaan pengemban PSN.

Pemerintah Teruskan PSN

Beberapa hari lalu, di Jakarta Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, memastikan berbagai PSN yang dijalankan Kementerian Pertanian saat ini berjalan dengan baik.

“Kita akan sampaikan progres food estate di Humbang Hasundutan dan juga cetak sawah di Merauke yang saat ini berjalan dengan sangat baik,” kata Wamentan saat menghadiri rapat koordinasi terbatas lingkup Kemenko Perekonomian (11/9).

Wamentan mengatakan, food estate dan cetak sawah adalah dua program penting untuk memperkuat ketahanan pangan sekaligus mempercepat akselerasi swasembada dan juga menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.

Sebelumnya, ketika berkunjung ke Merauke pada Agustus lalu, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, kembali menegaskan komitmen pemerintah mewujudkan wilayah itu sebagai lumbung pangan dunia.

“Kita optimis dua tahun ke depan swasembada plus dimulai dari sini,” kata Amran dalam pernyataan resmi kementerian.

Amran ketika itu menginstruksikan pembuatan plot pertanaman padi seluas satu hektar di sepanjang jalan setiap lima kilometer. Plot ini akan menjadi bukti kesesuaian lahan di Merauke untuk mendukung pertumbuhan padi.

Tidak hanya itu, optimalisasi lahan tahap pertama di distrik Merauke, Tanah Miring, Semangga, Kurik, Janggebob, dan Malind akan diperluas dari 40 ribu hektar menjadi 100 ribu hektar. Untuk mempercepat target ini, sebanyak 70 ekskavator telah dimobilisasi dari Wanam ke distrik-distrik tersebut, dan tambahan 20 combine harvester besar serta benih segera direalisasikan bulan ini. [ns/jm]

Sumber: https://www.voaindonesia.com/a/aktivis-papua-desak-penghentian-proyek-satu-juta-hektar-sawah-di-merauke/7796417.html

Source link

BERITA TERKAIT

berita populer